Jumat, 13 November 2009

Kisruh Antara KPK,
Kepolisian Dan Kejaksaan
Akhir-akhir ini dunia hukum di Indonesia terkesan sangat kacau. Banyak kita membaca berita di media cetak serta mendengar dan melihat berita di media elektronika yang memberikan gambaran betapa buramnya hukum. Semua orang berbicara dan berpendapat tentang hukum, padahal ia bukan seorang ahli hukum, sehingga tidak heran kalau ada media elektonika yang mencoba mewawancarai orang awam untuk meminta pendapatnya tentang hal-hal di seputar hukum dan peradilan. Atau mungkin orang pintar tetapi tidak memahami hukum acara, sebagaimana diatur dalam KUHAP. Okelah, dalam dunia demokrasi dewasa ini, apalagi kita lagi dalam keadaan euforia demokrasi tidak ada salahnya orang membuat suatu statemen, namun harus diingat jangan hanya berpendapat atau membuat statemen, padahal pembuat statemen tersebut mungkin bukan ahli di bidang hukum. Coba anda banyangkan, kok ada artis atau kalangan rakyat awam diwawancarai masalah-masalah yang sebenarnya mereka tidak mengetahui ilmunya. Sebagai seorang muslim, saya perlu mengingatkan akan adanya sebuah hadits yang menyebutkan :
إذا وجد الأمر إلى غير أهله فانتظر الساعة
"suatu urusan yang diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya".
Hadits tersebut memberikan peringatan keras agar seseorang bekerja dan berpendapat sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Saya terkadang bingung, misalnya ada masalah hukum agama, tetapi diminta pendapat ke orang awam, sehingga seakan-akan hukum-hukum agama akan dilaksanakan, kalau semua orang setuju, kalau ada yang tidak setuju, maka hukum agama tersebut tidak boleh dilaksanakan. Misalkan masalah perkawinan antara agama, yang diwawancarai orang-orang awam, termasuk artis, padahal ruang lingkup perkawinan antar agama adalah para ahli hukum Islam.
Sekarang ini timbul kekisruhan atau dianggap perseteruan antara KPK, Kepolisian dan Kejaksaan, dan kita melihat banyak orang yang dimintai pendapat, bahkan dibentuk komunitas facebooker untuk mendukung KPK.
Saya bukan orang yang mendukung atau tidak mendukung, karena yang saya dukung adalah kebenaran (hak). Siapa yang benar, ialah yang harus kita dukung. Lalu siapa yang benar ketika kasus ini timbul? Tidak ada yang bisa menjawab siapa yang benar, karena beberapa ahli hukum sendiri pun berbeda pendapat, dan anehnya ketika orang berpendapat sebaliknya dianggap sebagai pendukung, padahal orang yang berpendapat demikian adalah para pakar yang mengetahui dan memahami sistem hukum dan peradilan di Indonesia. Ingat, ini bukan hukum Allah, dan bukan pengadilan Allah, tetapi hukum Indonesia dan pengadilan Indonesia. Berarti sistem hukumnya mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia yang nota bene sebagian besar berasal dari hukum Belanda, bukan hukum Islam. kenapa kita mencaci maki sistem hukum kita sendiri, padahal kita sendiri dalam tanda kutip masih memilih hukum tersebut sebagai hukum yang harus dilaksanakan? Kalau Indonesia mau berubah, kembalilah kepada sistem hukum Islam, hukum Allah yang abadi yang tidak boleh direkayasa oleh siapa pun. Dan jika sistem hukum Islam dilaksanakan, maka kekisruhan seperti saat ini tidak akan terjadi, karena Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan sebagai pilar utama dalam menegakkan hukum. Sistem hukum Islam tidak akan mebeda-bedakan orang, meskipun yang kita adili adalah kaum kerabat kita ataupun musuh kita.
Dalam surah al-Nisah ayat 135, Allah SWT menegaskan :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu”.
Juga di surah al-Maidah ayat 8 Allah SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآَنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa".

Jadi dalam hukum Islam sangat menjunjung tinggi keadilan, walaupun seorang aparat hukum (polisi, jaksa dan hakim) berhadapan dengan kerabatnya sendiri ataupun orang yang merupakan musuhnya/dibenci.
Dengan demikian, sangat disayangkan orang-orang Indonesia masih memilih sistem hukum di luar sistem hukum Islam.
Bahkan Allah SWT mempertanyakan :
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin”?
Pertanyaan Allah ini sekaligus memberikan gambaram bahwa tidak ada hukum yang paling baik, selain hukum Allah, sehingga seharusnya orang harus menerapkan hukum Islam sebagai satu-satunya alternative dalam menyelelesaikan problematika kehidupan manusia.

Rabu, 11 November 2009


MARI BERQURBAN


Sebentar lagi, kita akan merayakan idhul adhha. "Al-adhha" sendiri bermakna "penyembelihan", yang maksudnya adalah meyembelih hewan tertentu, yaitu sapi, kambing (domba), kerbau, unta, dan sejenisnya, yang terpenting binatang tersebut adalah hewan yang diternakkan dan halal dagingnya. Ayam dan bebek, meskipun halal dagingnya, tetapi ia tidak termasuk dalam kategori hewan yang dapat disembelih untuk ibadah qurban, tetapi bisa disembelih pada saat hari idul adhha, namun tidak termasuk dalam sebuah ibadah yang disyari'atkan oleh Islam.
Ada beberapa pendapat tentang hukum menyembelih hewan qurban, namun yang lebih tepat menurut saya adalah pendapat sebagian Ulama Hanafiah, yaitu hukumnya wajib bagi orang yang mampu, karena secara tegas Rasulullah SAW bersabda :
من كان له سعة فلم يضح فلا يقربن مصلانا
"Barang siapa yang mempunyai kemampuan untuk berqurban, tetapi tidak menyembelih hewan qurban, maka hendaklah ia tidak mendekati tempat sholat kami"
Hadits tersebut secara tegas mencela siapa saja di kalangan orang-orang Islam yang berkemampuan, tetapi tidak mau menyembelih hewan qurban.
Islam sangat memperhatikan hubungan sosial di antara manusia, sehingga meskipun ibadah penyembelihan hewan qurban adalah untuk memenuhi perintah Allah SWT., tetapi sesungguhnya manfaat ibadah tersebut kembali kepada kemaslahatan manusia, sehingga Islam itu benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Allah SWT berfirman :
وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين
"Kami tidak akan mengutus engkau (Muhammad), kecuali menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta".
Berkenaan dengan itu, ketika ada orang yang mengamalkan ajaran Islam dengan cara kekerasan, maka hal itu bukanlah termasuk dari ajaran Islam yang sebenarnya, karena Islam diturunkan untuk menjadi rahmat, bukan menjadi laknat. Memang dalam al-Qur'an terdapat firman Allah yang berbunyi :
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُم
"Muhammad Rasulullah dan orang-orang yang bersamanya adalah senantiasa bersikap keras (tegas) terhadap orang-orang kafir dan bersikap saling menyayangi di antara mereka" (Q.S. Al-Fath : 29).
Akan tetapi keras (tegas) di sini dalam artian bukan dalam berdakwah, tetapi dalam upaya menegakkan amar makruf dan nahi munkar, serta menegakkan hukum dan keadilan. Jadi seorang muslim harus tegas menyatakan yang hak/benar adalah hak/benar dan yang bathil/salah adalah bathil/salah, sudah tentu melalui koridor atau cara-cara yang dapat dibenarkan menurut Syari'at. Bahkan dalam hal ini, kita diajarkan sebuah doa yang berbunyi :
اللهم أرنا الحق حقا وارزقنا اتباعه وأرنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابه
"Ya Allah perlihatkanlah kepada kami bahwa yang hak itu adalah hak, dan berikanlah kekuatan kepada kami untuk mengikutinya, dan perlihatkanlah kepada kami yang bathil itu bathil, dan berikanlah kekuatan kepada kami untuk menjauhinya".
Dalam konteks ini sebagai seorang muslim harus menjadi contoh teladan sebagai seorang penegak kebenaran tanpa harus takut akan tekanan dari mana pun dan oleh siapa pun, karena seorang Islam hanya takut kepada Allah.
Oleh karena itu, dengan memahami Islam secara kaffah, kemudian mengamalkannya, akan memberikan manfaat bagi dirinya dan bagi diri orang lain. itulah sebabnya di dalam ibadah seperti ibadah qurban akan terasa manfaatnya bagi orang lain, karena daging dari hewan yang disembelih tersebut akan dibagikan kepada kaum fuqara dan masakin, bahkan diperbolehkan di kalangan non muslim pun bisa dibagikan, jika ia berada di sekeliling kita. Memang Islam benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam, jika semua orang Islam mengamalkan Islam secara kaffah. Marilah kita berqurban untuk kemaslahatan bersama, membangun bangsa yang mandiri, membangun jiwa yang suci, ikhlas dalam beribadah, jauh dari sikap riya, sehingga menjadi orang-orang yang beruntung dan bahagia dunia dan akhirat.

Senin, 18 Mei 2009

Memilih Pemimpin Menurut Islam

Memilih seorang pemimin itu adalah kewajiban yang bersifat kifayah, oleh karena ia adalah suatu kewajiban, maka jika dalam suatu wilayah atau negara tidak ada pemimpinnya, maka semua orang akan berdosa. Namun dalam memilih seorang pemimpin, apalagi memilih pemimpin berskala nasional, seperti presiden, maka sudah tentua harus sangat berhati-hati dan mengikuti petunjuk al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW.
Dalam al-Qur'an, surah al-Baqarah ayat 247 yang berbunyi : "Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui".
Dari ayat al-Qur'an di atas menjelaskan tentang pengangkatan Thalut sebagai raja, namun sebagian orang pada waktu itu menolaknya dengan alasan mereka lebih berhak menjadi raja, karena Thalut tidak memiliki kekayaan. Namun Allah menetapkan dan mengangkat Thalut sebagai raja  yang disebabkan Thalut memiliki kelebihan yang cocok sebagai seorang raja, yaitu berupa ilmu yang luas dan jasmani kuat/sehat. Ini bermakna ketika kita memilih seorang pemimpin jangan sampai mengkur dengan kriteria banyak harta dan kekayaan, tetapi hendaknya pilihan tersebut berdasarkan ilmu dan jasmani yang sehat.  Sehingga seorang pemimpin menurut al-Qur'an sebagaimana tersebut di atas, yaitu setidak-tidak memiliki dua kriteria umum, yaitu : 1. Keilmuan dan 2. Keperkasaan (sehat, ideal, tidak cacat, tidak tuli, tidak buta, dll). Di samping kriteria umum yang disebutkan dalam al-Qur'an tersebut, ada juga kriteria lain, yaitu bersndar kepada sifat-sifat kepemimpinan Rasulullah SAW. yaitu shiddiq, tabligh, amanah dan fathanah (jujur, transpran, amanah dan cerdas). Jika digabungkan kriteria umum yang tersebut dalam al-Qur'an dengan kriteria tentang sifat-sifat kepemimpinan Rasulullah SAW., maka seorang pemimpin yang dipilih oleh rakyat harus memiliki hal-hal sebagai berikut :
1. Memiliki ilmu pengetahuan yang memadai tentang kenegaraan dan politik, termasuk ilmu-ilmu syari'ah.
2. Memiliki tubuh/jasmani yang ideal, yaitu tinggi dan berat badan seimbang, sehat, tidak cacat, tidak buta, tidak tuli, bukan homoseks (laki-laki ideal).
3. Memiliki sifat-sifat kepemimpinan Rasulullah SAW. (shiddiq, tabligh, amanah dan fathanah).
Dengan tiga kriteria umum sebagaimana tersebut di atas, maka insya Allah rakyat akan sejahtera, aman, damai, tenteram, karena berada dalam ridha Allah SWT. 
Semoga dalam pilpres nanti, kita dianugerahi seorang pemimpin yang memiliki kriteria tersebut di atas, Amiin !!!